Pages

Sabtu, 29 Agustus 2020

Pertemuan Para Srikandi







By Munawar
Sponsored by Kopi NA

Matahari belum sempurna menampakkan diri diujung timur. Angin pagi masih terasa dingin. Meskipun demikian, kicauan burung Kutilang terdengar merdu sekali. Biarpun begitu, semangat para "srikandi" untuk menuju kampung penghasil durian (Bukit Gemuruh)  tetap membara. Semangat akan sebuah perjuangan. Ya, semangat itulah yang selalu ada pada bidan Rina Legiowati. Bahkan sedemikian semangatnya, perjuangan sosial ini dianggap sebagai refresing. “ iki pengabdian luar biasa mas, opo meneh perjuangan neng Muhammadiyah.” ujarnya bersemangat.

Hmm...ya, nampaknya memang begitu. Semangat yang ditunjukkan bukan hanya membawa serta sang “buah hati” saja. Bahkan membawa serta dua bidan sekaligus. Nama keduanya adalah bidan Anggrid Viki dan bidan Eka Lestari. Kedua bidan ini nampak enerjik, cantik dan juga bersemangat. Tidak nampak kecemasan pada diri mereka, meskipun perjalanan terbilang cukup melelahkan. Ini luar biasa, meskipun belum musim durian, namun tidak mematahkan semangatnya. Saya yakin, keduanya-pun akan mengabadikan moment nanti dalam handphone nya.

Sementara, diujung perbatasan Way Kanan lainya, para "srikandi" lain  juga bersiap. Menempuh perjalanan yang “asyik” demi sebuah perjuangan di Muhammadiyah. Rute Bahuga menuju Bukit Gemuruh bukanlah rute yang nyaman bagi bunda Nosi Susilawati, bunda Mai Puji Fatmawati, atau Yani Eka Putri. Nama terakhir ini, sengaja tidak saya sebut bunda. Saya kuatir, ada some one di Bahuga sana yang tertawa membacanya. Bahkan bang Anton mewanti–wanti, “ mas jangan dekati si Yani, bisa bahaya”, seraya tertawa.

Pun demikian dengan sosok "srikandi" satu ini. Yunda Minati, ketua Nasyiatul Aisiyah (NA)  Way Kanan ini, sudah meluncur turun "gunung" bersama sang kekasih. Bagaikan pengantin baru, keduanya berangkat bersama. Nampaknya, ikatan suci mereka, menambah daya juang untuk mengabdi di Muhammadiyah. Saya berharap, keduanya tidak lupa membawa kopi NA yang “aduhai” di lidah.

Dalam hati saya berguman,” hmm... Sepagi ini telah bergerak. Melewati pepohonan yang mulai mengering. Bahkan, menyebrangi sungai Way Umpu. Salah satu sungai besar di Way Kanan”. Inilah perjuangan dan pengabdian yang tidak tahu kapan berakhirnya. Namun yang pasti, mengisi kehidupan melalui Muhammadiyah bukanlah “takdir” yang harus ditakuti. Justru sebaliknya, harus bergembira.

Semangat untuk mengabdi pada persyarikatan. Itulah semboyan yang selalu ada dan senantiasa menggelora. Pesan dari pendiri muhammadiyah untuk menghidupi Muhammadiyah senantiasa ada. Apapun yang kita bisa, berikanlah untuk Muhammadiyah, meski sisa waktu yang kita miliki. Inilah petuah hebat. Petuah yang ada saat obrolan pagi sembari menunggu dan menyeruput hidangan Kopi NA yang disajikan oleh sang istri. Hmm...”mantap nian”.

Pada tempat yang akan dituju, satu "srikandi" juga sibuk. Bersiap untuk menyambut para “pejuang” Muhammadiyah. Dan sekaligus mempersiapkan tempat untuk khitanan Lazismu Way Kanan. Sungguh enerjik benar Desi Indah Lestari. Putri dari ayahanda Iswandi ini. sosok dengan kacamata khasnya, menambah anggun dalam balutan semangat. Terlebih lagi “mamas” juga semangat membantu. Semoga, Oktober 2020 menjadi moment yang sangat membahagiakan. Ups...jangan lupa undang kami ya...he.he

Hari ini cukup bersejarah. Hari dimana para "srikandi" bertemu meski tanpa durian tersaji. Hari yang luar biasa. Kalau dalam istilah cerita Wiro Sableng, dari empat penjuru mata angin, para "srikandi" bertemu. Ya bertemu di Bukit Gemuruh. Ini bukan fiksi ya. Hari bersejarah itu terjadi. Sabtu, 29 Agustus 2020, pertemuan para "srikandi" Muhammadiyah terjadi. Saya yakin, pertemuan ini tidak pernah terbayangkan oleh siapapun. Bahkan, ketua PDM dan Bendahara PDM Way Kanan-pun, tidak pernah bermimpi menyaksikan para "srikandi" ini bertemu. He.he

Khitan. Ya, memang benar. Khitanan di sekitar Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) merupakan sebuah keniscayaan. Khitan ini merupakan salah satu metode promosi bagi AUM bidang pendidikan. Yang tidak kalah pentingnya, khitan ini sekaligus sebagai bentuk syiar dakwah Muhammadiyah Way Kanan. Dakwah sosial bisa disebut begitu. Dakwah dalam praktek. Kegiatan yang melibatkan  banyak pihak, termasuk Lazismu dan tim medis.

Saya tersenyum, sesampainya di PAUD NA Bukit Gemuruh. Tersenyum bukan karena “drivernya” sang “presiden” Muhammadiyah Way Kanan. Bukan juga karena jalan yang dilalui tadi cukup “menantang”. Bahkan, bukan pula melihat debu yang beterbangan. Namun, dua hal saja; salah satu beban persyarikatan telah selesai dan ekspresi kegembiraan “menteri keuangan” Muhammadiyah Way Kanan berseri. Hal terakhir ini, menunjukkan bahwa meskipun tanpa ada durian, namun pancaran semangat sudah kembali. Adakah hubungan antara Bukit Gemuruh dan hidangan kopi siang ini? Entahlah...he.he

Bukit Gemuruh. Kampung penghasil durian, menjadi saksi sejarah. Peristiwa yang terukir hari ini, bukanlah peristiwa biasa. Bukan peristiwa sederhana. Melainkan sebuah peristiwa yang sangat “dahsyat”. Peristiwa sejarah yang akan terekam erat dalam sistem memori yang “sempurna”. Mungkin, batu-batu yang dipinggir jalan, atau lalu lalang kendaraan penganggkut batu, memunculkan inspirasi lain untuk memajukan Muhammadiyah. Bukankah ide bisa juga muncul dalam gerimis siang ini?

Sekilas saya teringat “pak AR”. Nama lengkap beliau adalah Abdur Rozak Fachruddin. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pemegang rekor terlama sebagai ketua umum. Ya, beliau memimpin Muhammadiyah selama 22 tahun, yakni tahun 1968-1990). Ungkapan beliau yang cukup menarik adalah, ” Ketika kita menjadi Muhammadiyah, maka pertanyaannya adalah bukan apa yang bisa Muhammadiyah berikan kepadamu. Akan tetapi apa yang sudah kamu berikan kepada Muhammadiyah,”.

Hari boleh berganti malam dan redup. Namun semangat ber-Muhammadiyah harus tetap menyala. Peristiwa pertemuan para "srikandi" dari empat penjuru mata angin merupakan bagian dari sejarah panjang  Muhammadiyah Way Kanan. Masih banyak “hal lain” yang bisa kita selesaikan secara bersama-sama. Dalam istilah lain,- maaf kalau salah penulisan-, “mak kham sapa lagi,  mak ganta kapan lagi”.

Bukit Gemuruh, 29 Agustus 2020

0 Comments:

Post a Comment