Sabtu, 05 September 2020
Oleh: Munawar
Sponsored By: Kopi NA
Perjalanan waktu belum berhenti. Denyut
nadi kehidupan senantiasa berputar. Alam-pun taat kepada hukum Allah SWT.
Selalu berputar, sebelum diperintahkan berhenti. Demikian juga, Lazismu Way Kanan
terus mengabdi. Memberi untuk negeri. Pada bumi ramik Ragom kembali berbagi.
Jumat merupakan hari yang Agung.
Mengutip beragam pendapat, sayyidul ayyam.
Hari dimana terdapat keberkahan bagi siapa saja yang berbagi. Jumat adalah hari
berkah yang tidak boleh disia-siakan begitu saja, kata mas Aji sambil tersenyum.
Maka tidaklah mengherankan jika Klinik Ramik Ragom, setiap Jum’at mengadakan kegiatan
sosial. Khitanan Jum’at Lazismu Way Kanan. Begitulah inti kegiatan ini.
Kembali, Klinik Ramik Ragom menjadi
saksi. Kebaikan para donatur yang telah
menyedekahkan bagian hartanya tercatat dengan baik. Sebuah catatan yang tidak
mungkin keliru. Betapa tidak, sang pencatat kebaikan “ditunjuk” secara langsung
oleh sang Maha Pencipta. Rapi dan terdokumentasi dengan sempurna. Dengan demikian,
keikhlasan para donatur mengiringi kebahagiaan para ananda yang di khitan
melalui Lazismu Way Kanan.
Jum’at, 4 September 2020 Lazismu Way
Kanan, kembali “berjihad”. Bergerak untuk membantu kepada sesama. Sebuah aksi
nyata dalam lingkaran kebaikan. Selalu berproses pada sebuah anugerah ilahi. Ya,
saya menyebutnya demikian. Selama hayat masih di kandung badan, berbagi adalah
hal terindah. Bukankah Rasulullah SAW senantiasa berbagi?. Menyuapi makan seorang
Yahudi buta setiap pagi di sudut pasar, meskipun Yahudi tersebut menghina
secara langsung dihadapan Rasulullah SAW.
Dengan ceria khas anak-anak, -Muhamad Malik
Khoirul Anam , Zeo Iqbal Pramujaya , dan
Zidan Harus Maulana- bersedia di khitan. Senyum ceria –pun nampak pada wajah
orang tuanya. Hari yang membahagiakan. Terlebih lagi, Mas David dan Pa’de Eko
bersedia. Saya gembira dan bahagia. Ini merupakan wujud kebersamaan bagi
Lazismu Way Kanan. Meskipun mobil Ambulance Lazismu Way Kanan baru sekedar
cita-cita, namun tidak mengapa. Masih punya harapan, walau dalam angan-angan.
Dengan tiga mobil pribadi yang tersedia,
Lazismu Way Kanan mengarungi perjalanan. Ya, sebuah perjalanan nyata. Jalan
Lintas Tengah Sumatera menjadi rute wajib untuk di lalui. Episode perjalanan
khitan, mas Davit Riyanto menyebutnya demikian. Saya setuju, sambil melirik Mas Budi, pak
Kadus yang punya hobi baru. Membuat postingan. Kalau kang Mahfudz menyebutnya “edan”.
Ngomong dewe. Sambil tertawa. Ah...bisa
juga kedua Kadus Umpu Kencana ini berceloteh. Beruntung saya bisa menjadi driver mereka berdua.he.he
Ada yang menarik, setelah sampai di
Klinik Ramik Ragom. Menarik bukan karena cuaca yang anomali. Melainkan ada
sosok yang sangat semangat menyambut. Saya terharu dengan senyumanya. Jikalau boleh
memeluknya, maka akan saya lakukan itu. Tapi protokol kesehatan masih berlaku. Terlebih
lagi pada area steril. Sarana kesehatan. Saya melihat sendiri pancaran semangat
itu. Sebuah semangat yang seyogyanya bisa menginspirasi kita untuk berbuat
kebaikan.
Sembari menunggu Jeng Rina dan para
bidan, saya ngobrol sebentar. Ini adalah pertemuan pertama kami setelah
peristiwa yang tak terduga. Ya, tidak pernah terduga oleh siapapun. Bahkan mas
Aji juga tidak pernah membayangkan. Namun, siapa bisa menolak sebuah “goresan”
yang telah ditetapkan Allah SWT. begitulah kehidupan kita. Hidup adalah
misteri. Maka, untuk menyelami misteri itu, salah satu jalan yang bisa ditempuh
adalah dengan menebar kebaikan, membantu sesama. Begitulah nasehat yang pernah
saya dengar.
“Assalamu’alaikum, Jon, sehat ya”, sapa
saya sesaat kemudian.
“Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah sehat
mas,” Jawabnya sambil tersenyum.
Namanya Joni Efendi. Ceria dan murah
senyum. Itu sekilas gambaran sederhana pada dirinya. Sosok yang
"dahulu" sangat diandalkan mas Aji dan tim medis klinik Ramik Ragom.
Sosok yang tangguh, ikhlas dan sederhana. Ya, begitulah mas joni, dahulu dan
sekarang. Tetap bersemangat dalam beragam kondisi.
Yang membedakan hanyalah sebuah
"takdir" yang menimpanya. Kodrat dan ketentuan Allah SWT tidak bisa
ditolak. Itulah ketentuan dari sebuah garis kehidupan yang telah
"ditentukan" Yang Maha Kuasa. Mas Joni sempat mengalami kecelakaan di
dekat Polsek Way Tuba. Kejadian itulah yang mengharuskan tangannya di amputasi.
“Berapa
lama dan dimana perawatanya?”. Saya pun bertanya sejurus kemudian.
“Saya dirawat di RS. Abdul Muluk selama
4 hari mas. Kemudian pindah ke RS Muhammad Husin Palembang. Kurang lebih
dirawat selama 3 bulan”. Ceritanya sesaat kemudian.
Saat ini, meskipun tangannya tidak lagi
"sempurna", namun semangatnya tetap menggelora. Membantu dan berbagi
ditengah keterbatasan fisik yang dimilikinya. Mas Joni tetap menjadi pribadi
yang menginspirasi. Dalam hati saya berdoa, “berilah keberkahan dalam
kehidupannya”.
Suara mobil, menghentikan obrolan kami. Nampak
Mas Aji, Jeng Rina dan dua orang bidan keluar dari mobil. Saya sempat berfikir,
dua bidan itu siapa ya. Jilbab biru dan jilbab kuning. Nampak serasi. Apakah bidan
Viki dan bidan Eka ya. “Ah, pasti diantara keduanya.he.he. Tak elok saya tanya”.
Saya hanya membatin saja sambil menyambut Mas Aji dan Tim Medis. Nampaknya mereka
bahagia dengan gaya tertawa yang khas. “Jangan – jangan sudah di traktir mie ayam
di Martapura tadi”, saya berguman dalam hati sembari “bersalaman” ala pejabat. Mempertemukan
dua lengan yang berbeda. Tangan mas Aji dan tangan saya.
Pada kamar yang ditentukan, mas Joni sudah
bersiap. Dengan cekatan mempersiapkan kebutuhan khitan. Tugas yang dilakukan
adalah membantu proses khitanan. “Mari, silahkan masuk”. Mas Joni
mempersilahkan. Sungguh cekatan sekali. Aku hanya bisa tersenyum. Ya tersenyum.
Melihat semangatnya dan melihat rona kebahagiaan pada anak-anak yang di khitan.
Cuaca nampak mendung. Sedikit gerimis. Angin
sepoi-sepoi menghampiri. Meskipun begitu, bangunan klinik Ramik Ragom mampu
melindungi dari gerimis siang ini. Nampak di sudut ruangan lain, keceriaan
terdengar. Jeng Rina beserta pemilik jilbab ungu dan kuning sedang asyik
bercerita. Saya tidak mungkin masuk. Jika hal ini saya lakukan, saya kuatir
bidan Viki atau bidan Eka mengira mau minta kopi. He.he. Hmm...meskipun mau
juga. Rasanya asyik, menyeruput kopiMu atau kopi NA. Terlebih lagi cuaca yang
sangat cocok. Mendukung untuk menyeruput kopi.
Mungkin suara hati didengar oleh Jeng
Rina. Bisa jadi bidan Eka menyampaikanya. Mungkin juga bidan Viki yang peka. Kopi
sudah terhidang. Tersaji dengan hidangan yang hangat. Ah...ini nyata adanya. Walaupun
mungkin bukan para bidan yang membuatnya. Berharap suatu saat, bidan Viki dan
bidan Eka bisa menyajikan segelas kopi. Pasti terasa enak. Sebagaimana jeng
Rina menyajikanya beberapa minggu yang lalu. He.he. Mungkinkah itu? Entahlah.
Pada bangunan yang sama. Wajah ketiga
anak tetap gembira. Meskipun sedikit pucat. Nampak sisa-sisa air mata, meskipun
sedikit. Pemandangan yang biasa bagi setiap anak yang baru selesai di khitan. Ketiga
anak ini, kemudian menuju mobil masing-masing yang sudah di sediakan Lazismu
Way Kanan.
Kembali mengarungi jalanan yang sama. Menghantarkan
kembali sampai kerumah. Dengan perasaan gembira nan bahagia. Semoga kegembiraan
Lazismu Way Kanan, Klinik Ramik Ragom, Pak Kadus dan para donatur, mampu
membuat ketiga anak ini tersenyum bahagia. Inilah sebuah “kidung” dari asyiknya
berbagi.
Fastabiqul Khairat.
Fastabiqul Khairat.
Bumi Baru, 4 September 2020
Label: Muhammadiyah Corner