Pages

Senin, 28 September 2020

Oleh : Munawar
Sponsored PCPM Bumi Agung

Aku tersentak, saat Mas Jayadi menyebut kalimat “sistematika ikhlas”. Jujur, baru kali ini aku mendengarnya. Sebuh kalimat yang menggodaku untuk terus mengikuti obrolan yang terjadi. Bincang-bincang sederhana antara Ketua PDM, Direktur RSHK, Tim Lazismu. Sebuah suasana yang teramat “cair” untuk dinikmati. Suasana yang terbangun saat khitanan Lazismu di Kampung Runyai, Ahad 27 September 2020.


Hari ini cukup berbahagia. Hari dimana tim medis Lazismu Way Kanan merasa sangat berbahagia. Bukan karena jarak tempuh atau jalan yang belum bagus. Kebahagiaan itu hadir dengan tambahan tim medis dari Rumah Sakit Haji Kamino Baradatu. Dengan tambahan tim ini, letupan semangat “jihad” menambah semangat dalam berbagi untuk negeri. Terlebih lagi, dihadiri orang-orang “hebat”. Terasa sangat mengasyikkan.

Aku menyengaja berbagi kegembiraan. Sebuah ekspresi yang terlahir dari suasana yang cukup familiar. Akrab tanpa ada sekat. Melekat bersama nuansa yang membahagiakan. Sungguh, sebuah anugerah yang tiada tara. Terasa sangat sulit untuk melupakan sebuah sejarah yang tercipta. Aku yakin, sejarah hari ini tidak mungkin akan terulang kembali.

Lihatlah, Pak Sul. Dengan gembira menemani ngopi “Presiden” Muhammadiyah Way Kanan, Sang Direktur yang lincah dan pengurus Lazismu. Begitu gembiranya, Pak Sul harus “rela” menahan sebuah keinginan yang terpendam. Dengan sajian kopiMu dan air nira, menambah asyik obrolan yang terjadi. Sementara, aku hanya tersenyum dan mengambil satu hidangan yang tersaji.

Aku beranjak melihat peserta pertama yang di khitan. Namanya Asqul Mareh Ramirez. Nama yang cukup unik. Sungguh luar biasa kedua orang tuanya memberikan nama tersebut. Ananda ini bercita-cita menjadi seorang Dokter. Sungguh luar biasa. Aku berdoa semoga Allah SWT mengabulkannya. Pun demikian dengan kakaknya, yang mempunyai cita-cita menjadi imam Masjidil Haram. Sekali lagi, aku berdoa. Semoga cita-cita tersebut dapat teraih dengan sempurna.

KopiMu yang terhidang masih setengah. Aku sengaja tidak langsung menghabiskan.
Bisa jadi Kang Hamdani mutung untuk mendokumentasikan kegiatan, jika ko
pi itu langsung habis. Aku harus nurut dengan “wejangan” Kang hamdani. Aku tersenyum sambil melirik sosok yang baru saja di lantik menjadi Advokat itu. Aku yakin, jika Bang Hodi merasa bahagia dan sekaligus berbagi kebahagiaan dengan hadir pada khitanan lazismu. Kalaulah boleh aku berharap, agar jangan mendaftar sebagai peserta khitan ya bang. He.he.

Tim Medis Lazismu masih berkonsentrasi penuh. Mas Abu, Mas Ali Imron dan mas Anis Mahendra. Ketiganya cukup bersemangat, meskipun baru pertama kali menghirup udara Runyai Bumi Agung. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh ketiganya, maka aku tidak “wajib” turun tangan. Sebab, akan berdampak cukup signifikan, jika aku “turun gunung”, ikut mengkhitan.


Aku sempat berbicara kepada tim medis sambil bercanda. Sungguh, hari ini luar biasa. Bagaimana tidak, driver kendaraan yang aku naiki adalah ketua PDM Way Kanan. Sedangkan tim medis RSHK, langsung pak Direktur. Ketiganya tersenyum sambil saling pandang. Aku pun tersenyum dan menambahkan candaan. Itulah salah satu okenya di Muhammadiyah. Tiada strata yang menghalangi. Semuanya biasa tanpa harus ada sekat penghalang.
 

Aku lihat, Komandan KOKAM Way Kanan bersemangat. Memberi semangat kepada anak yang di khitan. Hmm, logat Jawa nya belum nampak, meskipun berbahasa Jawa. Dengan ikhlas, Bang Emon menuntun melafalkan surat-surat pendek juz ke 30. Dimulai dari Surat Al-Fatihah sampai Al-Ikhlas. Itu yang aku dengar. Ini menandakan bahwa banyak cara untuk “menghilangkan” konsentrasi anak saat di khitan.


Cuaca cukup terik. Panas sang surya menandakan bahwa hari ini masih musim kemarau. Meskipun begitu, aku tidak kuatir. Aku yakin bahwa air mudah didapatkan. Terlebih lagi untuk berwudhu. Aku berbisik lirih ke Ketua PCPM Bumi Agung. Menanyakan dimanakah letak masjid. Dengan sigap, sang ketua pemuda ini menjawab. “Siap mengantar”.

Aku merasa senang, saat ketua PCPM Bumi Agung men-starter kendaraan roda dua. Inilah kesempatan yang tidak pernah aku dapatkan. Bagaimana tidak, aku duduk dibelakang. Dibonceng bang Jemi menuju masjid. Tentu ini kesempatan yang cukup berharga. Berjamaah sholat Dzuhur. Menunaikan kewajiban bagi seorang muslim. Sambil bercanda, aku berbisik lirih. “Bang, jangan jadi imam ya, kita makmum saja”. Ia hanya tersenyum sambil menghidupkan kipas angin.

Suasana khitanan lazismu ini cukup sederhana. Ini sudah menjadi tradisi yang harus dipertahankan oleh semua warga persyarikatan. Tiada acara lain-lain saat mengkhitan. Biarlah acara inti saja, mengkhitan. Datang, melaksanakan khitan, menyampaikan amanah dari donatur dan pulang. Sesederhana mungkin. Siapapun yang hadir, tidak akan diberikan “panggung” untuk berbicara tunggal. Cukuplah kita ngobrol dengan beragam cerita dan tema.

Satu hal yang pasti, semangat dalam menjalankan persyarikatan harus selalu ada. Selalu siap sedia, selalu bergembira. Sebuah gambaran yang tertera dalam Mars Pemuda Muhammadiyah. Semangat memberi tanpa pamrih. Mengeluarkan semangat kebersamaan dan keikhlasan. Menjalani kehidupan yang sudah ditentukan.

Barang kali ini yang di maksud oleh Mas Jayadi tadi. Sitematika ikhlas. Dimana hanya keikhlasan yang ada dalam berbuat kebaikan. Karena pada hakekatnya, ikhlas adalah salah satu poin penting dalam beragama. Bahkan, ikhlas harus menjadi urat nadi bagi kader-kader Muhammadiyah.

Aku kemudian teringat akan Ayahanda Haedar Nashir.
Beliau menulis dalam majalh Suara Muhammadiyah,  edisi 25 Juli 2018. Ayahanda menulis, “Kebesaran Muhammadiyah itu lahir dari jiwa, sikap, dan pengkhidmatan para mukhlisin dan mujahidin gerakan itu. Keikhlasan dan kesungguhan merupakan energi ruhaniah yang dahsyat dalam membawa keberhasilan perjuangan dakwah sepanjang sejarah. Mereka tidak pernah mengejar jabatan, yang dapat menghilangkan nilai perjuangan dan pahala amaliahnya laksana debu di atas batu yang tertiup angin kencang”.

Dalam perjalanan pulang, aku masih mengingat apa yang disampaikan Mas Jayadi. Sebuah pemahaman yang bijak untuk bisa melaksanakan sistematika ikhlas. Aku ingat, dengan gaya khasnya, pak Direktur menyampaikan secara terperinci. Cukup lugas dalam penyampainya. Aku tetap diam mendengarkanya.

Nah, kesempatan terbaik saat ini adalah menuliskanya. Meskipun tidak keseluruhanya. Sebab jika semua, tidak cukup empat semester menyelesaikan materi itu. Sambil membayangkan Mas Jayadi berbicara, sedikit aku uraikan. Istilah sistematika ikhlas itu mempunyai tiga poin. Pemberi, harapan dan hasil. Sederhananya adalah pemberi dibagi harapan sama dengan hasil.

Hmm, aku tersenyum sembari mengangguk. Kemudian aku melanjutkan ingatan tadi. Jika kita memberikan sesuatu kepada orang lain dan berharap akan mendapatkan dua, maka kita hanya menghasilkan setengah. Sementara, jika kita memberi satu dan berharap satu, maka hasil yang akan diperoleh adalah satu. Namun, jika kita memberikan satu dengan tidak mengharapkan apa-apa, maka hasilnya sungguh luar biasa. Tak terhingga. Begitulah kira-kira apa yang aku tangkap dalam obrolan santai tadi.

Luar biasa memang. Cukup berharga ilmu tersebut. Namun akan menjadi sia-sia jika kita tidak mampu melaksanakan. Aku pun harus berterimakasih atas pemberian ilmu tadi. Sebuah pengetahuan yang tidak pernah aku dapatkan saat belajar bersama Aristoteles, Socrates, Plato bahkan Rene Descartes. Pengetahuan ini justru aku dapatkan di sebuah kampung. Runyai namanya.

Bagiku, pengetahuan adalah ilmu. Namun, tidak bisa sesederhana untuk menggambarkan atau menjelaskan sebuah ilmu pengetahuan. Membutuhkan lebih dari sekedar tahu. Sebab, tahu saja tidak cukup, dibutuhkan tindakan aksioma yang konsisten, kata Ayahanda Ketua PDM saat sampai pertigaan simpang Way Tuba.

“Kita tahu, bahwa sholat itu wajib hukumnya. Namun, tidak semua bisa melaksanakan kewajiban itu. Artinya, diperlukan sebuah tindakan. Melaksanakan sholat”. Hmm, konsep sederhana yang logis.

 

Runyai, 27 September 2020

 

Minggu, 27 September 2020



Dokumentasi Khitan Lazismu Way Kanan
Sabtu, 26 September 2020
Lokasi Juku Batu Kecamatan Banjit
Tim Lazismu dan Tim Medis Klinik Ramik Ragom 
 
 

 

 











Napak Tilas


By: Munawar

Sponsored: Kopi NA

Sabtu, 26 September 2020 adalah hari yang menggembirakan. Hari ini, Aku dan Tim Medis Lazismu Way Kanan akan napak tilas. Sebuah perjalanan kembali untuk merealisasikan “wasiat” Ayahanda Edward Anthoni. Sebuah wasiat yang selalu Aku ingat.”War, teruslah berbagi dan membantu masyarakat”. Pesan tersebut disampaikan saat Ayahanda Edward Anthony memberikan zakat profesinya kepada Lazismu Way Kanan.

Sembari menunggu kendaraan tim medis, aku membaca tulisan di Suara Muhammadiyah. Tulisan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si,  “ Muhammadiyah itu organisasi besar yang berdiri tegak diatas sistem, dengan amal usaha dan jaringan yang luas. Kekuatan Muhammadiyah berada dalam sistem, bukan atas hasrat dan kehebatan individual. Muhammadiyah itu Persyarikatan”. Aku menggangguk perlahan. Sebuah pemaknaan yang harus disertai dengan aksi nyata dalam memberi untuk negeri.

Alhamdulillah, kendaraan telah tiba. Aku masuk kendaraan sembari berdoa, “ Subnahalladzi shakhoro lana hadza wa ma kunna lahu muqrinin, wa inna ila rabbina lamungkolibun”. Aku yakin, Mas Wasil, Mas Aji, Jeng Rina dan Bidan Eka sudah hafal di luar kepala. Sementara, sosok kecil Ashraf, mungkin belum hafal. Dalam hati aku berkata, “menjadi kewajiban orang tuanya untuk mengajarkanya”. Hmm, bukankah begitu duhai bidan Eka? Aku bertanya dalam hati sambil tersenyum. Ah, ternyata  hari ini muli Eka tidak lagi menggunakan jilbab biru. He.he.

Diawal perjalanan, lagu Iwan Fals terdengar asyik. Meskipun aku bukanlah “penikmat” musik itu, namun aku tetap mampu menikmatinya. “Manusia Setengah Dewa”. Aku hampir hafal lagu itu, meskipun tidak pernah menyanyikan secara langsung. Apalagi live show. Tidak pernah sama sekali. Alunan lagu tersebut terasa menghibur. Saat menikmati itu, sebuh truk dari arah berlawanan melaju dengan kecepatan tinggi. Nyaris saja berbenturan. Beruntung driver yang membawa kami cukup gesit. Aku kagum. Ternyata Mas Wasil lebih gesit dariku. He. he.

Jalan lintas Sumatera sudah tidak asing lagi bagiku. Inilah jalan utama. Dan untuk menuju Kampung Juku Batu, melalui jalan ini merupakan sebuah keniscayaan. Jalanan yang cukup ramai,meskipun akhir pekan. Namun, jalan lintas yang  aku lalui hanya sampai di Kecamatan Baradatu. Sebagai seorang “navigator”, aku mengingatkan sang driver untuk belok kanan.

Jalan ini cukup ramai dengan lalu lalang kendaraan. Meskipin tidak selebar dan sebagus jalan Lintas Sumatera. Dibutuhkan konsentrasi level “dewa” untuk bisa melaluinya dengan baik. Aku lirik sekilas, ternyata Mas Wasil masih konsentrasi penuh. Fokus kedepan, meskipun kaca mata hitamnya belum di pakai. Suasana dalam kendaraan cukup hening. Namun lagi-lagi lantunan lagu menggodaku untuk mendengarkanya. “Seberkas Sinar”. Suara Nike Ardila cukup merdu. Namun konsentrasiku bukan pada suara itu. Aku menikmati suara dari arah belakang.  Hmm, ternyata merdu juga suara pemilik jilbab juning itu. Aku hanya berharap jangan pernah diajak duet. Bisa berbahaya.

Pada tempat yang sudah ditentukan, aku berhenti sebentar. Tempat ini adalah rumah kediaman Mas Iwan dan Mbak Minati. Nama yang tidak asing bagiku. Keduanya adalah aktivis Muhammadiyah. Mas Iwan adalah Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PDM Way Kanan, sedangkan Mbak Minati adalah ketua Nasyiatul Aisyiah Way Kanan. Disinilah, Kang Mas Ellen dan rombongan menemui. Dari jauh, nampak gadis mungil berkacamata. Cukup lincah dan enerjik. Gadis kecil cantik itu adalah anak Mas Iwan dan Mbak Minati

Kelelahanku terobati, saat sambutan hangat mewarnai kehadiran Tim Lazismu Way Kanan. Aku bahagia, Bapak Kepala Kampung dan masyarakat Juku Batu turut menyambut. Rasa bahagia pun hadir ketika senyuman para bunda PAUD NA Banjit berkembang. Aku menyaksikan langsung senyuman Mbak Minati, Bunda Litakun Karimah dan Bunda Novita Sari. Bagiku dan tentunya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Way Kanan, pertemuan hari ini merupakan sebuah anugerah. Bagaimana tidak, sebuah ekspresi kebahagiaan benar-benar terjadi. Pun demikian para orang tua dari anak-anak yang akan di khitan. Semuanya bahagia.

Kehadiran kepala kampung Juku Batu semakin menambah semangat. Kopi yang tersaji menemani obrolan siang ini. Bagiku, tangisan anak yang di khitan adalah sebuah ekspresi kegembiraan.  Terlebih lagi, Aku mendapati aura positif dari orang nomor satu di kampung ini. Nama Beliau adalah Pak Joni Helmi. Begitu enerjik, muda, mudah bergaul dan ganteng.

Meskipun hanya lima anak yang akan di khitan, namun suas

ana cukup ramai. Keluarga dan sanak kerabat ingin melihat langsung proses khitan. Walaupun tim Lazismu Way Kanan sudah berusaha memberikan pengertian. Namun, “acara” tersebut lebih menarik untuk dilihat secara langsung. Menyaksikan hal itu, aku hanya tersenyum memaklumi. Biarlah alami berjalan dengan sendirinya

Kopi NA yang tersaji hampir habis. Obrolan di bawah terik matahari semakin mengasyikkan. Cuaca panas tidak menyurutkan untuk terus berbagi cerita, meskipun topik pembicaraan berlain-lainan. Maklumlah, sebuah pohon Jengkol melindungi. Aku menyimak dengan baik. Ada hal yang menarik perhatian ku. Dengan cerdik dan ilegan, Mas Wasil menjelaskan sekaligus mengenalkan Muhammadiyah. Jujur, kemampuan diplomasi nya sangat cekatan. Penguasaan bahasa dan alur argumentasi yang di bangun, cukup mengagumkan. Ya itulah, Muhammadiyah yang aku kenal. Begitulah Muhammadiyah berbuat, memberikan yang terbaik untuk anak negeri.

Sudah sewajarnya jika para aktivis Muhammadiyah mengenalkan Muhammadiyah dengan cara yang santun. Berbuat kebajikan adalah instrumen penting dalam ber -Muhammadiyah. Salah satunya adalah khitanan Lazismu. Kegiatan rutin yang sudah berjalan dua tahun lebih. Aku kemudian berkata dalam hati, “maa ajmala hadza mandzor”. Duhai alangkah indahnya pemandangan ini. Ya sebuah komunikasi sederhana nan istimewa dalam mengenalkan Muhammadiyah.

Suasana di dalam kelas PAUD NA Banjit menggodaku. Beranjak aku melihat kedalam. Menyaksikan bagaimana Mas Aji, Jeng Rina dan Bidan Eka sibuk. Menenangkan anak-anak. Demikian juga orang tua mereka yang mendampingi langsung. Meskipun menangis, Syarif, Fahri dan Riski sudah selesai di khitan. Nampaknya, ini pengalaman yang “luar biasa” bagi tim medis Lazismu Way Kanan.

Aku kembali ke bawah pohon Jengkol. Satu-satunya pohon yang dibiarkan tetap berada pada posisinya. Aku sempat berfikir, mungkin para bunda PAUD NA Banjit ini “hobi” makan Jengkol. Ups, aku tersenyum sendiri. Dari jauh nampak sahabat yang gagah datang. Aku biasa memanggilnya Mang Tarsan. Sosok sahabat yang selalu ceria dan tertawa.“Mang, jangan minta di khitan lagi ya”, ucapku saat duduk bersebelahan. Dia pun tertawa lepas. Begitulah keakraban ini tercipta.

Khitan sudah usai. Seperti biasa, masing-masing dapat “hadiah” istimewa dari para donatur. Satu karpet telur, Kopi NA dan satu buah amplop. Entah apa isinya. Yang pasti, bukan sambel jengkol. Aku melihat Mas Iwan tertawa mendengar candaanku.

Air disini cukup dingin. Aku merasakannya saat hendak sholat Dzuhur. Air yang bersumber dari pegunungan sangat jernih. Beruntung masyarakat Juku Batu di anugerahi air yang berlimpah. Sementara, aku sudah beberapa kali membeli air untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Hmm,... Inilah salah satu keadilan dari yang Maha Pencipta. Begitulah pemaknaan terdalam sebelum takbiratul ikhram dilaksanakan. Bagiku, menjadi makmum sudah lebih dari cukup.

Semerbak aroma bunga kopi begitu harum. Aroma khas yang tidak pernah ada di Klinik Ramik Ragom, apalagi di rumah ku. Sungguh aroma yang terlahir dari barisan pohon kopi yang sedang berbunga. Ingin aku menciumnya, namun aku urungkan niat itu. Aku kuatir di tinggal Mas Iwan. Jika hal ini terjadi, maka untuk menuju sungai Way Umpu, harus berjalan. Beruntung “hasrat” untuk mencium bunga kopi aku abaikan, setelah melihat jalan yang cukup “aduhai”.

Di Sungai inilah Ayahanda Edward Anthony pernah bercengkrama. Menikmati pemandangan yang indah. Menyantap makanan yang tersaji. Sangat menikmati suasana yang alami. Suasana yang ada tercipta dari sang Maha Pencipta. Sungai ini telah menjadi saksi nyata. Menggoreskan catatan sejarah yang terus akan mengabadi bersama gerakan Lazismu berbagi.

Disinilah aku berada. Hari ini. Pada sungai yang sama. Aku menyengaja berjalan terlebih dahulu ke sungai. Menyendiri menggali nukilan peristiwa yang terpatri. Menyendiri memaknai aliran sungai yang tiada berhenti mengalir. Menyendiri memantapkan niat melanjutkan “renstra” besar dari sang Maestro Muhammadiyah Way Kanan. Ayahanda Edward Anthony.

Aku masih di sungai ini. Memahami makna air yang terus mengalir. Melukiskan gelombang dan riak-riak air. Merenungi kokohnya bebatuan besar. Semuanya menyatu bersama “rekaman” yang hanya tertuju pada Ayahanda. Tak kuasa, air mata menetes. Jatuh bersama aliran sungai yang berlalu.

Aku sengaja meletakkan topi yang terpakai. Di atas sebuah batu besar. Tepat didepan sebuah batu yang pernah di duduki Ayahanda. Sambil membasuh muka, aku menghela nafas panjang. Inilah sebuah “titah” yang harus selalu bergerak. Ibarat air yang terus mengalir. Bagiku, ini adalah tesa yang harus dilakukan. Dengan itu, maka antitesa akan berkembang. Pada akhirnya akan melahirkan sintesa.

Terimakasih Ayahanda. Engkau telah mengajarkan beragam kebaikan dan kebajikan. Inilah sebuah nuansa yang tidak pernah habis untuk ditulis. Ibarat samudera kebahagiaan yang terus tumbuh. Semakin banyak memberi, kebahagiaan akan terus berkembang.


Tak terasa, waktu terus bergerak. Menu santap siang sungguh lengkap. Menggoda untuk segera di nikmati. Aku tersenyum, saat Jengkol ada diantara menu itu. Meskipun aku tidak tergoda untuk mengambilnya, namun aku tersenyum melihatnya.

Satu kesimpulan sederhana dan sekaligus menemukan sebuah jawaban. Alasan terbaik dengan membiarkan pohon Jengkol itu tetap tumbuh adalah agar bisa di nikmati. Sehingga para Bunda PAUD tidak merasa kesulitan jika suatu saat “ngidam” Jengkol. Cukup menunggu pohon depan sekolah itu berbuah. He.he.

Dalam perjalanan pulang, aku tak mampu memejamkan mata. Bukan karena aku menjadi navigator lagi. Bukan itu. Namun, kembali suara yang tak asing terdengar. Mengikuti lagu yang berirama pop. Ternyata suara bidan Eka. Tak menyangka, suara khasnya keluar kembali. Aku cukup menikmati suara itu, sembari melihat pemandangan alam yang cukup memesona. Keindahan yang tak terlukiskan. Alam yang sangat menggoda mata untuk memandangi lebih lama. Suasana inilah yang membuat sang bidan ini mengaminkan jika memang jodohnya kelak dari Juku Batu. Ya, siapa tahu begitu. Benar kan jeng Rina. He. He

Meskipun hampir dua tahun, aku baru tahu tentang satu hal. Ternyata, sisa kulit yang di khitan (kulup) itu diminta oleh orang tuanya. Entah untuk apa hal tersebut dilakukan. Aku pun tidak berusaha menanyakan. Barangkali hanya tradisi yang sudah turun temurun. Dalam hal ini, aku "wajib" menghargai tradisi yang ada. Bagiku, yang pasti adalah wajib hukumnya bagi laki-laki beragama Islam untuk berkhitan. Cukuplah khitan tersebut menjadi yang pertama dan terakhir.

Juku Batu, 26 September 2020

 

Selasa, 22 September 2020




By: Munawar
Sponcored by : SMP Muhammadiyah Baradatu

 

 “War, SMP Muhammadiyah Baradatu dibantu ya, dengan datang melihat Insya Allah cukup memberikan motivasi”. Pesan itu selalu saya ingat. Sebuah pesan untukku dan tentunya untuk semua warga Muhammadiyah Way Kanan. Pesan yang selalu terpatri dalam sanubari. Bagiku, itu pesan “sakti” dari Hi. Kamino. Aku biasa memanggilnya Mbah Kamino. Pejuang hebat, berprinsip dan memiliki etos berbagi yang mengagumkan. Itulah mengapa, aku kangen ingin segera ke Baradatu.

Minggu pagi, cuaca kurang bersahabat. Nampak mendung menyelimuti. Terkadang, curah hujan datang. Meskipun hanya sesaat. Fenomena alam ini justru menguatkan tekadku. Menemui para “pejuang” yang sedang “berjihad”. Membangun SMP Muhammadiyah Baradatu. Sebuah medan “pertempuran” yang hanya sanggup di lakukan orang-orang “pilihan”.

Rintik hujan belum mereda. Sementara Matahari enggan menampakkan sinarnya. Kesempatan untuk meninggalkan zona nyaman semakin kuat. Aku berfikir, ini adalah saat yang tepat untuk menerobos gerimis pagi.

 “Ayah, kan masih gerimis”, anak keduaku berkata sambil tetap dipelukanku.
“Shafwa, gerimis ini anugerah Allah, maka Ayah wajib mensyukurinya. Nah salah satu caranya membagi waktu untuk Muhammadiyah” , aku menjelaskan sembari mencium pipi kirinya.
“Ooo....begitu ya”, jawabnya sambil bernyanyi. Mars KOKAM, dengan suara khasnya. ”KOKAM berani ikhlas dan bersahaja, berjuang untuk Islam dan Indonesia”.

Aku tersenyum. Keceriaan anak adalah restu. Membagi waktu memerlukan keberanian tersendiri. Berbagi waktu antara pengabdian, keluarga dan Muhammadiyah. Porsi terakhir adalah “menyisakan” sedikit waktu untuk Muhammadiyah. Ya, benar. Dalam dua puluh empat jam, bagiku dua menit memikirkan Muhammadiyah sudah cukup. Meskipun dua menit itu hanya melihat baju resmi Muhammadiyah. He.he.he.

Mendung masih menemani perjalananku. Roda dua yang aku kendarai menjadi sahabat setia. Menempuh jalan lintas Sumatera. Melewati sungai Umpu yang tak jernih. Terkadang, kecepatan laju kendaraan harus perlahan. Bukan takut ada “razia” di perjalanan. Namun untuk memastikan saja, bahwa aku berada pada jalur yang benar. Jalur sebelah kiri.

Rekor terpecahkan hari ini. Betapa tidak. Semenjak aku pulang dari mengembara akhir dua ribu lima, baru kali ini aku kesini. Memasuki rumah yang asri. Rumah milik pak Direktur RSHK. Hi. Muhammad Jayadi, S.Pd. Maafin aku ya pak, baru hari ini sempat minum teh di rumah bapak. He.he.

Obrolan begitu cair. Meskipun hanya bertiga, namun cukup menghasilkan program yang berbobot. Mas Iwan, Pak Jayadi dan aku terus membahas program pengembangan SMP Muhammadiyah Baradatu. Rumusan baru untuk progres sudah di hasilkan. Inilah mengapa, aku “rela” menyisakan waktu untuk Muhammadiyah. Mengasyikkan dan menggembirakan.

Mentari seakan masih “tertidur”, saat tiba di lokasi pembangunan. Aku begitu terharu melihat para Ayahanda Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baradatu bersemangat. Menyelesaikan bangunan SMP Muhammadiyah Baradatu. Bangunan yang direncanakan berlantai tiga. Ya, lantai tiga. Bangunan yang di support secara penuh oleh Mbah Kamino, Hj. Fatimah, Pak Jayadi, Dokter Wawan, Keluarga besar RSHK, PCM Baradatu. Sudah tentu, keluarga besar Muhammadiyah Way Kanan juga. Sebuah perpaduan dalam kerangka memaknai pesan Mbah Dahlan, “hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

Sebenarnya kangen juga dengan Mas Wawan. Eh...Dokter Wawan. Lama tidak berjumpa. Kangen dengan cerita-cerita khas seorang dokter. Terlebih lagi ciri khas pembicaraanya. Semakin menambah kangen. He.he. namun, tidak mengapa. Dalam hati aku berucap, “semoga sehat selalu dan terimakasih sudah bergabung di Tim Khitan LAZISMU Way Kanan”. 

SMP Muhammadiyah Baradatu nampak gagah. Meskipun masih berproses. Membangun tahab demi tahab sebuah peradaban mulia. Aku berdoa, semoga pembangunan dan pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah ini bisa berkembang. Aku pun berharap, jika para aktivis Muhammadiyah belum sempat datang, berdoa adalah sebuah kebaikan. Terlebih lagi untuk kemaslahatan umat.


Gerimis masih berlangsung, saat aku tiba di lokasi. Nampak Ayahanda Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baradatu sedang bergembira dengan bekerja. Ayahanda Sukendro, Ayahanda Walono dan Ayahanda Sahadi. Ketiganya nampak bersemangat. Ber Fastabiqul Khairat. Semuanya pun bersemangat untuk bersinergi mewujudkan Amal Usaha Muhammadiyah bidang Pendidikan.

Pun demikian dengan operator SMP Muhammadiyah Baradatu. Juga berbahagia. Dengan semangat, bisa hadir. Priska  Indah Wahyuningsih namanya. Jujur, aku baru pertama kali bertemu denganya. Bagiku ini adalah pertemuan pertama. Meskipun demikian, keakraban terjalin. Beragam cerita mengalir dari seorang yang mempunyai julukan “nyawa” sekolahan.

“Sehat selalu Mbak Indah”, aku menyapa untuk pertama kalinya.
“Alhamdulillah, sehat Pak”, Indah menjawab.
“Namamu bagus, masih semangat kan mengabdi?, aku bertanya sesaat kemudian.
“Biasa saja pak, Insya Allah semangat pak”, Indah menjawab sambil tersenyum di balik maskernya.

Baju merah yang dikenakan nampak anggun. Dengan bersemangat menceritakan apa yang sudah di lakukan. Suka duka senantiasa mengiringi. Begitulah, perjuangan memang tidaklah mudah. Namun, akan lebih mudah jika di lakukan bersama-sama. Aku sedikit menyenggol tangan Mas Iwan. Memberi isyarat jempol. Dengan tersenyum Mas Iwan pun mengacungkan jempol.

Semangatku untuk tetap “menyisakan” waktu buat Muhammadiyah semakin menyala. Meskipun rintangan senantiasa menghadang. Aku sadar akan hal itu. Maka, mengajak untuk bersama-sama adalah hal terbaik. Menjaga semua aset Muhammadiyah. Memakmurkan amal usaha Muhammadiyah sekaligus mengisinya semampu kita. Jika hal ini terjadi, bukan mustahil sekolah Muhammadiyah akan menjadi rujukan sekolah lainya. Boleh lah saya bermimpi seperti itu. He.he.he

Pesan WhatsAap berbunyi. Aku lihat nama tertera. Komandan KOKAM. Aku agak tergelitik dengan panggilan “ayahanda”. Hmm...nama yang memang melekat. Namun belum enjoy untuk aku kenakan. Cukup panggil “mas”. Aku akan berbahagia. Begitulah, tradisi di Muhammadiyah. Terkadang aku juga tidak bisa mengelak.

Cukup berbahagia tatkala empat kawan muda Muhammadiyah berkunjung. Bang Emon Trisilo. Sang Komandan KOKAM Pemuda Muhammadiyah Way Kanan. Ada juga Bang Bahari Sanjaya, Bang Hodi Feriyansyah dan Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Bumi Agung. Bung Jemi Adi Sastra. Sungguh, ini peristiwa yang wajib aku abadikan. Siapa tahu, kunjungan kedua kelak, “si bujang” itu sudah menyebarkan undangan. Menikah. He.he.

Aku tersenyum bahagia dengan kehadiran mereka. Bagiku ini adalah salah satu bentuk kebersamaan yang harus ada. Kebersamaan untuk memajukan Muhammadiyah Way Kanan. Maka, sebagai warga Muhammadiyah, aku perpesan pada Komandan KOKAM. “Jaga seluruh aset Muhammadiyah di Way Kanan dan bersiap untuk mengisi kegiatan adik-adik di sekolah Muhammadiyah”. Dengan tersenyum bang Emon menjawab. ”Siap”. Sebuah jawaban yang membahagiakan.                                                                                              

Minggu ini cukup bersejarah bagiku. Sebuah tonggak untuk terus memajukan amal usaha Muhammadiayah bidang pendidikan. Semangat kebersamaan tetap harus dijaga dan dilestarikan.


Aku menghela nafas sambil menyeruput kopi. Alunan lagu “Sang Surya” melantun perlahan. “Sang surya tetap bersinar. Syahadat dua melingkar. Warna yang hijau berseri. Membuatku rela hati”.


 Baradatu,  20 September 2020

 

 

 

 

 

 


Kamis, 17 September 2020





 

Blambangan Umpu (pdmwaykanan)--Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Way Kanan dan Rombongan hadiri Undangan Diskusi Kebangsaan Bupati Way Kanan, Hi. Raden Adi Pati Surya pada Rabu, 16 September 2020 di Rumah Dinas Bupati Way Kanan.

 

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Way Kanan, Hi. Joko Susanto mengatakan, sebagaimana lazimnya Organisasi Massa lainya, pertemuan tersebut tentu menyambung relasi antara Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dengan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kerjasama dan usaha kolektif sosial masyarakat dalam rangka mencari solusi dari persoalan yang ada di masyarakat...

 

“Ada banyak hal yang didiskusikan secara mencair, terutama dalam konteks mengembangkan gerakan kemandirian persyarikatan Muhammadiyah dan gerakan sosial Muhammadiyah.  Dengan kemandirian, maka Muhammadiyah akan bersama-sama pemerintah membantu masyarakat yang membutuhkan. Sedangkan dengan gerakan sosial, Muhammadiyah telah secara nyata  berbuat kebaikan kepada masyarakat”, ungkap Joko Susanto..

 

Sementara itu, Pimpinan Daerah Muhammadiyah lainya, Wasil Prawira mengatakan bahwa, Tugas Bupati sebagai Kepala Daerah adalah membantu Muhammadiyah dan Ormas lainya dalam rangka mewujudkan sinergitas. Hal ini dimaksudkan agar pola hubungan antara Ulama dan umaro akan terjalin dengan baik.

 

 “Nah dalam konteks ini tentu kita berharap bahwa Bupati Way Kanan mampu memberikan solusi atas apa yang sedang terjadi di masyarakat. karena pada hakekatnya, kewajiban Pemerintah Daerah untuk  memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan Tugas Muhammadiyah membantu Pemerintah Daerah untuk mengatasi persoalan yang terjadi di daerah dengan melalui gerakan sosial kemasyarakatan,” jelas Wasil Prawira.

 

Dalam pertemuan tersebut Munawar selaku ketua LAZISMU juga menyampaikan bahwa Gerakan sosial yang dilaksanakan merupakan gerakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Muhammadiyah bukan hanya sekedar berteori akan tetapi melaksanakan aksi nyata di kabupaten Way Kanan.

 

“Pada prinsipnya, berbagi kebaikan adalah kewajiban kita bersama. Dengan khitanan gratis yang dilakukan LAZISMU yang bersinergi dengan seluruh Ortom se kabupaten Way Kanan mampu membantu masyarakat yang membutuhkan, terlebih lagi di era pandemi ini”, tutup Munawar.

 

Hadir dalam pertemuan tersebut Anggota Pleno PDM, Aisyiah, Majelis dan Lembaga dan Organisasi Otonom Muhammadiyah Way Kanan.

 

Selasa, 15 September 2020




Blambangan Umpu (pdmwaykanan)--Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Way Kanan, menerima kunjungan silaturrahmi  Bapak Hi. Juprius, S.E dan  Ibu. Dr. Hj. Rina Marlina, M.S.I yang di dampingi  Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Way Kanan beserta Tim. Kunjungan Silaturrahmi  Bakal Calon (Bacalon) Bupati dan Bakal Calon (Bacalon) Wakil Bupati Kabupaten Way Kanan dilaksaakan pada Ahad, 13 September 2020.

Dalam Kesempatan itu, Ketua PDM Way Kanan, Hi. Joko Susanto, SH menyambut rombongan yang di dampingi oleh Unsur pimpinan Muhammadiyah lainya. Diantaranya adalah, Hi. Suparjo, S.Pd., M.M.Pd, Wasil Prawira, S.Pd, Barlean, dan Hi. Sukendro, S.Pd.

Ajang silahturahmi ini merupakan sosialisasi Visi, Misi, Tujuan,  serta meminta Do’a dan dukungan dari Bacalon Bupati dan Bacalon Wakil Bupati kepada keluarga besar Persyarikatan Muhammadiyah Kabupaten Way Kanan.

Ajang silaturrahmi ini disambut baik oleh Persyarikatan Muhammadiyah Kabupaten Way Kanan. Dalam hal ini, ketua PDM menyatakan bahwa, "Muhammadiyah akan selalu mendo’akan Bacalon siapapun yang meminta do’a. Namun untuk masalah dukungan warga Muhammadiyah Way Kanan, diserahkan kepada masing-masing anggota". Lebih lanjut disampaikan bahwa “ Sesuai khittah dan Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.

Dalam kesempatan itu, Anggota Pleno PDM, Wasil Prawira ketika menjawab pertanyaan menyatakan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik dan tidak mendukung salah satu partai politik dalam hal ini calon Bupati dan calon Wakil Bupati. Akan tetapi, walaupun Muhammadiyah bukan organisasi partai politik, Muhammadiyah tidak alergi dengan partai politik dan memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada kader Muhammadiyah  untuk berpolitik”.

Lebih lanjut, Wasil menyampaikan bahwa Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan Negara merupakan salah satu aspek ajaran Islam dalam urusan duniawi yang harus dimotivasi, di jiwai dan di bingkai oleh nilai – nilai agama dan moral.

Selain itu Muhammadiyah Way Kanan memberikan masukan serta pesan, kepada siapapun Bupati dan Wakil Bupati yang terpilih nanti hendaknya:

1    1.    Pemimpin yang bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat;
2    2.    Pemimpin yang bisa mengayomi umat/ masyarakat;
3    3.    Pemimpin yang memahami Birokrasi
4    4.    Pemimpin yang memiliki jiwa sosial

Diakhir pertemuan, Ketua PDM berpesan untuk berkompetisi secara jujur, sportif dan mengikuti aturan yang ada serta komitmen terhadap visi dan misi yang dibuat. “Saya harap, semuanya bisa berkompetisi dengan jujur, menjunjung tinggi sportifitas, mentaati aturan yang telah ditentukan, sekaligus komitmen terhadap visi dan misi”.