Selasa, 18 Agustus 2020
Oleh : Iwan Ridwan
Dikdasmen PDM Way Kanan.
Pagi ini suasana cerah
dengan udara segarnya menaungi bumi Ramik Ragom Way Kanan. Meskipun suasana berduka dirasakan seluruh
masyarakat Way Kanan dari berbagai lapisan. Kehilangan pemimpinnya Wakil Bupati
Way Kanan, Ayahanda Edward Antony yang telah menyelesaikan tugasnya sebagai “Khalifa”
di bumi, tentunya meninggalkan kesedihan. Ayahanda Edward Antony adalah sosok yang cerdas, berintelegensi diatas
rata-rata, ramah kepada semua orang bahkan dengan anak kecilpun, selalu
tersenyum, humoris , tertawa dan gaya bicara yang penuh semangat, memiliki etos kerja yang sangat baik.
Saya pribadi mengenal beliau
sejak tahun 2009, ketika itu beliau masih bertugas sebagai Kepala Dinas P2KA
Kabupaten Way Kanan. Mungkin tergolong baru karena saya sendiri hijrah dari
Malang tahun 2005. Ada hal yang berkesan dari selama saya kenal dan
berinteraksi dengan Ayahanda Edward Antony, setelah beberap kali bertemu di
kantor Dinas P2KA Way Kanan, sekitar tahun 2014 di bulan Juli pada hari Jum’at,
Ba’da Subuh saya mendapat sms dari beliau , isi pesan smsnya “ Wan kalo gak sibuk ke kantor, tapi kantor Bapak sudah pindah
di Asisten Bupati Kompleks Kantor Pemda, masih di Blambangan ini Wan”, saya
jawab "iya Pak".
Dengan penuh tanda tanya, saya berkata, "kok tumben Ayahanda chat". Dengan langkah pasti, berangkatlah saya menuju Kantor Pemda. Agak bingung sedikit untuk mencari ruangan Ayahanda. Saya sempat berkeliling dan mencari-cari ruang Asisten Bupati. Kemudianbertanya kepada salah satu staf resepsionis di Kantor Pemda Way Kanan.
Ketika sampai di ruang
Asisten Bupati, ruang kerja baru Ayahanda Edward Antony, menyapa dan
mempersilahkan saya masuk. Saya duduk dan memandangi seluruh ruang kerja beliau
,ada kursi dan meja untuk menerima tamu, Meja kerja Asisten Bupati dan
Televisi. Di ruangan itu hanya ada kami berdua, duduk bersebelahan seakan tidak
ada batas antara pejabat dengan bawahan yang ada seorang Ayah dan Anak duduk
sambil nonton TV berdua sambil ngemil snack
yang ada dimeja.
Pembicaraan atau lebih
terkesan ngobrol biasa, saya nyeplos begitu saja.
“enaknya Pak ruang kerja baru ini luas
perabotnya lengkap, tidak lagi bising, hiruk pikuk staf yang lalu lalang, dan
lebih adem, santai sambil nonton TV”. Ucap saya.
Sambil ngemil kacang Ayahanda menjawab celoteh saya
“ Wan Bapak sekarang ibarat
pohon itu sudah tinggi, tapi tidak berbuah, terpaan angin begitu kencang, jika
musim hujan ada petir, pohon tinggi yang pertama tersambar oleh petir itu.”.
Terdiam seribu bahasa,
sangat dalam sekali ucapan beliau bagi saya. Ayahanda banyak nasehat beliau
pada hari itu dan terkait etos kerja, baik hubungan vertikal atau horizontal
dan yang terpenting itu dalam dunia ini Hablum
Minallah dan Hablum Minannas
harus seimbang. Tak terasa jam menunjukkan pukul 11. 00 WIB Ayahanda mengingatkan sebentar
lagi masuk waktu sholat Jum’at, Saya bersiap mau pulang, tapi masih sempat
menayakan tujuan Ayahanda memanggli saya apa? beliau denga singkat menjawab “ pingin ngobrol saja , sepi diruangan ini
Wan”.
Gedê
Roso
juga salah satu nasehat Ayahanda Edward Antonty yang membuat semangat saya
untuk menjadi dan merasa besar, meskipun kita kecil, minoritas dan belum punya
kemampuan. Gedê roso kita harus
percaya diri, berani memulai, berani berkarya untuk hasil pikir mburi, tidak usah takut dengan
kegagalan. Pantang berkata tidak bisa dengan Semangat Gedê Roso. Kita bisa memilih Rasa sesuai keinginan kita. Roso atau Rasa bisa menjalar dari ubun-ubun hingga ujung kaki , kudu iso rumongso, harus bisa merasa,
rasa berbagi kasih sayang dengan sesama warga, lingkungan tempat kita tinggal
ataupun tempat kita bekerja. Gedê roso
atau kepekaan di hati, pikiran inilah yang mendekatkan kita dengan Allah SWT
yang Maha segalanya dalam kajian-kajian ditiap minggu, karena kita bagaikan
sebutir pasir di padang pasir di alam semesta ini.
Banjit, 06.00 AM
18 Agustus 2020
Label: Muhammadiyah Corner