Pages

Selasa, 22 September 2020

Memaknai Gerimis




By: Munawar
Sponcored by : SMP Muhammadiyah Baradatu

 

 “War, SMP Muhammadiyah Baradatu dibantu ya, dengan datang melihat Insya Allah cukup memberikan motivasi”. Pesan itu selalu saya ingat. Sebuah pesan untukku dan tentunya untuk semua warga Muhammadiyah Way Kanan. Pesan yang selalu terpatri dalam sanubari. Bagiku, itu pesan “sakti” dari Hi. Kamino. Aku biasa memanggilnya Mbah Kamino. Pejuang hebat, berprinsip dan memiliki etos berbagi yang mengagumkan. Itulah mengapa, aku kangen ingin segera ke Baradatu.

Minggu pagi, cuaca kurang bersahabat. Nampak mendung menyelimuti. Terkadang, curah hujan datang. Meskipun hanya sesaat. Fenomena alam ini justru menguatkan tekadku. Menemui para “pejuang” yang sedang “berjihad”. Membangun SMP Muhammadiyah Baradatu. Sebuah medan “pertempuran” yang hanya sanggup di lakukan orang-orang “pilihan”.

Rintik hujan belum mereda. Sementara Matahari enggan menampakkan sinarnya. Kesempatan untuk meninggalkan zona nyaman semakin kuat. Aku berfikir, ini adalah saat yang tepat untuk menerobos gerimis pagi.

 “Ayah, kan masih gerimis”, anak keduaku berkata sambil tetap dipelukanku.
“Shafwa, gerimis ini anugerah Allah, maka Ayah wajib mensyukurinya. Nah salah satu caranya membagi waktu untuk Muhammadiyah” , aku menjelaskan sembari mencium pipi kirinya.
“Ooo....begitu ya”, jawabnya sambil bernyanyi. Mars KOKAM, dengan suara khasnya. ”KOKAM berani ikhlas dan bersahaja, berjuang untuk Islam dan Indonesia”.

Aku tersenyum. Keceriaan anak adalah restu. Membagi waktu memerlukan keberanian tersendiri. Berbagi waktu antara pengabdian, keluarga dan Muhammadiyah. Porsi terakhir adalah “menyisakan” sedikit waktu untuk Muhammadiyah. Ya, benar. Dalam dua puluh empat jam, bagiku dua menit memikirkan Muhammadiyah sudah cukup. Meskipun dua menit itu hanya melihat baju resmi Muhammadiyah. He.he.he.

Mendung masih menemani perjalananku. Roda dua yang aku kendarai menjadi sahabat setia. Menempuh jalan lintas Sumatera. Melewati sungai Umpu yang tak jernih. Terkadang, kecepatan laju kendaraan harus perlahan. Bukan takut ada “razia” di perjalanan. Namun untuk memastikan saja, bahwa aku berada pada jalur yang benar. Jalur sebelah kiri.

Rekor terpecahkan hari ini. Betapa tidak. Semenjak aku pulang dari mengembara akhir dua ribu lima, baru kali ini aku kesini. Memasuki rumah yang asri. Rumah milik pak Direktur RSHK. Hi. Muhammad Jayadi, S.Pd. Maafin aku ya pak, baru hari ini sempat minum teh di rumah bapak. He.he.

Obrolan begitu cair. Meskipun hanya bertiga, namun cukup menghasilkan program yang berbobot. Mas Iwan, Pak Jayadi dan aku terus membahas program pengembangan SMP Muhammadiyah Baradatu. Rumusan baru untuk progres sudah di hasilkan. Inilah mengapa, aku “rela” menyisakan waktu untuk Muhammadiyah. Mengasyikkan dan menggembirakan.

Mentari seakan masih “tertidur”, saat tiba di lokasi pembangunan. Aku begitu terharu melihat para Ayahanda Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baradatu bersemangat. Menyelesaikan bangunan SMP Muhammadiyah Baradatu. Bangunan yang direncanakan berlantai tiga. Ya, lantai tiga. Bangunan yang di support secara penuh oleh Mbah Kamino, Hj. Fatimah, Pak Jayadi, Dokter Wawan, Keluarga besar RSHK, PCM Baradatu. Sudah tentu, keluarga besar Muhammadiyah Way Kanan juga. Sebuah perpaduan dalam kerangka memaknai pesan Mbah Dahlan, “hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

Sebenarnya kangen juga dengan Mas Wawan. Eh...Dokter Wawan. Lama tidak berjumpa. Kangen dengan cerita-cerita khas seorang dokter. Terlebih lagi ciri khas pembicaraanya. Semakin menambah kangen. He.he. namun, tidak mengapa. Dalam hati aku berucap, “semoga sehat selalu dan terimakasih sudah bergabung di Tim Khitan LAZISMU Way Kanan”. 

SMP Muhammadiyah Baradatu nampak gagah. Meskipun masih berproses. Membangun tahab demi tahab sebuah peradaban mulia. Aku berdoa, semoga pembangunan dan pengembangan Amal Usaha Muhammadiyah ini bisa berkembang. Aku pun berharap, jika para aktivis Muhammadiyah belum sempat datang, berdoa adalah sebuah kebaikan. Terlebih lagi untuk kemaslahatan umat.


Gerimis masih berlangsung, saat aku tiba di lokasi. Nampak Ayahanda Pimpinan Cabang Muhammadiyah Baradatu sedang bergembira dengan bekerja. Ayahanda Sukendro, Ayahanda Walono dan Ayahanda Sahadi. Ketiganya nampak bersemangat. Ber Fastabiqul Khairat. Semuanya pun bersemangat untuk bersinergi mewujudkan Amal Usaha Muhammadiyah bidang Pendidikan.

Pun demikian dengan operator SMP Muhammadiyah Baradatu. Juga berbahagia. Dengan semangat, bisa hadir. Priska  Indah Wahyuningsih namanya. Jujur, aku baru pertama kali bertemu denganya. Bagiku ini adalah pertemuan pertama. Meskipun demikian, keakraban terjalin. Beragam cerita mengalir dari seorang yang mempunyai julukan “nyawa” sekolahan.

“Sehat selalu Mbak Indah”, aku menyapa untuk pertama kalinya.
“Alhamdulillah, sehat Pak”, Indah menjawab.
“Namamu bagus, masih semangat kan mengabdi?, aku bertanya sesaat kemudian.
“Biasa saja pak, Insya Allah semangat pak”, Indah menjawab sambil tersenyum di balik maskernya.

Baju merah yang dikenakan nampak anggun. Dengan bersemangat menceritakan apa yang sudah di lakukan. Suka duka senantiasa mengiringi. Begitulah, perjuangan memang tidaklah mudah. Namun, akan lebih mudah jika di lakukan bersama-sama. Aku sedikit menyenggol tangan Mas Iwan. Memberi isyarat jempol. Dengan tersenyum Mas Iwan pun mengacungkan jempol.

Semangatku untuk tetap “menyisakan” waktu buat Muhammadiyah semakin menyala. Meskipun rintangan senantiasa menghadang. Aku sadar akan hal itu. Maka, mengajak untuk bersama-sama adalah hal terbaik. Menjaga semua aset Muhammadiyah. Memakmurkan amal usaha Muhammadiyah sekaligus mengisinya semampu kita. Jika hal ini terjadi, bukan mustahil sekolah Muhammadiyah akan menjadi rujukan sekolah lainya. Boleh lah saya bermimpi seperti itu. He.he.he

Pesan WhatsAap berbunyi. Aku lihat nama tertera. Komandan KOKAM. Aku agak tergelitik dengan panggilan “ayahanda”. Hmm...nama yang memang melekat. Namun belum enjoy untuk aku kenakan. Cukup panggil “mas”. Aku akan berbahagia. Begitulah, tradisi di Muhammadiyah. Terkadang aku juga tidak bisa mengelak.

Cukup berbahagia tatkala empat kawan muda Muhammadiyah berkunjung. Bang Emon Trisilo. Sang Komandan KOKAM Pemuda Muhammadiyah Way Kanan. Ada juga Bang Bahari Sanjaya, Bang Hodi Feriyansyah dan Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Bumi Agung. Bung Jemi Adi Sastra. Sungguh, ini peristiwa yang wajib aku abadikan. Siapa tahu, kunjungan kedua kelak, “si bujang” itu sudah menyebarkan undangan. Menikah. He.he.

Aku tersenyum bahagia dengan kehadiran mereka. Bagiku ini adalah salah satu bentuk kebersamaan yang harus ada. Kebersamaan untuk memajukan Muhammadiyah Way Kanan. Maka, sebagai warga Muhammadiyah, aku perpesan pada Komandan KOKAM. “Jaga seluruh aset Muhammadiyah di Way Kanan dan bersiap untuk mengisi kegiatan adik-adik di sekolah Muhammadiyah”. Dengan tersenyum bang Emon menjawab. ”Siap”. Sebuah jawaban yang membahagiakan.                                                                                              

Minggu ini cukup bersejarah bagiku. Sebuah tonggak untuk terus memajukan amal usaha Muhammadiayah bidang pendidikan. Semangat kebersamaan tetap harus dijaga dan dilestarikan.


Aku menghela nafas sambil menyeruput kopi. Alunan lagu “Sang Surya” melantun perlahan. “Sang surya tetap bersinar. Syahadat dua melingkar. Warna yang hijau berseri. Membuatku rela hati”.


 Baradatu,  20 September 2020

 

 

 

 

 

 


1 Comment:

  1. Ciwul/RuangSuci said...
    Semngat pak

    Ajarinlah kami ini pak...

Post a Comment