Kamis, 10 September 2020
Oleh: Munawar
Sponsored by Kopi NA
“Mas,
Rabu sore ada agenda tidak?”, tanya Mas Handoko.
“Insya
Allah senggang, lha piye?”. Aku balik
bertanya.
“Ada
yang mau dateng dari Wilayah”, jawabnya singkat sambil tersenyum.
Prio
Handoko. Itulah namanya. Kader IMM yang cukup terkenal. Mas Han, biasa aku memanggilnya
demikian. Dia jago maen tenis lapangan. Jangan coba-coba “menantang”, kalau
belum punya kemampuan mumpuni. He.he.
“Oke.siap”.
jawabku setelah mas Han menceritakan secara medetail.
Sebagai
orang Timur, kunjungan “kehormatan” adalah menggembirakan. Terlebih lagi dari
provinsi. Ini sangat luar biasa. Maka, sambutan terbaik meski di siapkan. Ya,
itu adalah sikap terbaik yang harus ditunjukkan. Terlebih lagi, tiga “ponggawa”
dan satu anak muda ini adalah adik-adik yang tidak asing bagiku. Mereka adalah
saudara dalam persyarikatan.
Silaturrahmi
ini, bukan silaturrahmi biasa. Pasti ada cerita atau pengalaman baru. Minimal bagi
Aka Saputra. Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan pelajar Muhammadiyah (PW IPM)
Provinsi lampung. Hmm, keren bukan, meskipun saya yakin inilah untuk pertama
kalinya menginjakkan kaki di Way Kanan. Bukankah begitu, ketua?
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (IPM), nama yang tidak asing bagiku. Nama yang sangat
familiar. Melekat erat. Bersemayam “nyaman” dalam sejarah kehidupanku. Bukan
karena lama tinggal di “bumi” sultan. Bukan pula karena anak gadisku sekolah di
SMP Muad Metro. Apalagi karena
“gadis-gadis kecil” IPM cantik-cantik. Sekali lagi bukan itu.
Yang
tidak kalah hebatnya adalah kedua adikku ini. Reza Zikri Fauzian. Cukup mentereng
amanah yang diembanya. Wakil ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Lampung
bidang ESDM. Sedangkan Erfan Zain adalah wakil sekretaris PWPM Lampung bidang
pendidikan dan kaderisasi. Mengapa hebat?. Ya, karena aku tidak sanggup untuk “duduk”
di kepengurusan wilayah. Meskipun dua periode aku “penguasa” Pemuda
Muhammadiyah Way Kanan.he.he.
Kopi
NA yang ku seruput hampir habis. Sementara, sajian pindang baung sudah menanti.
Sungguh siang yang sempurna. Ya, sesempurna kelaparanku menunggu “anak-anak
hebat” turun dari Curup Pinang Indah Rebang Tangkas. Hmm....begitulah pikirku
dalam hati. Dunia anak memang berbeda. Main dan selfi adalah sajian terindah
yang harus ada. He.he
Matahari
cukup terik hari ini. Perut semakin tak sabar untuk segera diisi. Sebuah
isyarat bahwa kehidupan boleh berjalan, namun jangan biarkan anggota tubuh
bereaksi. Ya, begitulah. Menunggu adalah mengasyikkan, meskipun menunggu sebuah
kepastian. Kepastian kader muda untuk menyeruput kopi NA. Kopi buatan mbakyu Minati. Ketua Nasyiatul Aisyiah
Way Kanan.
Aku
lirik handphone ku. Berharap pesan
masuk. Benarlah. Benar, sebuah pesan masuk hadir. “Mas, kami sudah otw”. Aku tersenyum. Dengan sedikit
nakal aku balas. “OTW, Ojo Takon Wae kan”.
He.he.he. Aku mengerti bahwa mereka sudah selesai selfinya. Satu yang sangat di
nanti. Segera menghadap pindang baung. Hmm...
Hari
ini, sembilan September dua ribu dua puluh. Tiga “tokoh” dan satu “pendekar” turun
gunung. Menghampiri salah satu kabupaten ujung. Ya, Way Kanan. Kabupaten di
ujung utara provinsi lampung. Dalam hati tercetus pelan, "semoga ga kapok melalui jalan yang tidak terdapat
di Bandar Lampung. He. He
Jujur
saja, aku cukup bergembira. Menyambut talenta muda Muhammadiyah ini. Siapapun itu.
Bagiku, keluarga persyarikatan adalah bagian dari diriku. Maka, siapapun yang
menghidupi Muhammadiyah, sudah tentu memiliki cita rasa yang khas. Rasa yang
tidak dimiliki oleh yang “sekedar numpang” di Muhammadiyah.
Nampak
gagah anak anak muda ini. Berbusana kasual cukup ilegant. Menandakan semangat yang tiada henti. Begitulah kesan yang
aku tangkap saat mereka turun dari kendaraan. Aku tersenyum menghampiri.
"Selamat datang (kembali) di bumi ramik ragom". Mereka tersenyum
hangat. Demikian juga dengan mas Handoko dan bung Sigit. Selalu bergembira.
Aku
berbisik lirih pada sigit. Bujang pemandu spesial hari ini. Karena “kebujangan”
nya mampu menjadi seketaris Umum Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Way Kanan.
”Semangat
sekali mereka, padahal belum makan”. Aku menyenggol lenganya.
“Iya
lah mas, apalagi ketua IPM, kan simbolnya juga begitu”, jawabnya sambil
tertawa.
Bisa
jadi Bung Sigit benar. Apa karena menahan lapar, sampai simbol ikut menemani
kebersamaan ini. Simbol sisi lima perisai, runcing di bawah. Dalam simbol itu
ada warna. Merah. Ya, merah berarti berani. Aku tersenyum. Dengan nada guyon,
aku bilang ke Handoko, “berarti mereka berani lapar dan kerja keras dong”. Mas
Handoko hanya tersenyum. Ciri khas yang selalu hadir.
Aku
bahagia. Kehadiran generasi muda Muhammadiyah di Way Kanan adalah peristiwa
langka. Maka, dalam situasi apapun, menyambut keluarga besar Muhammadiyah
adalah suatu kehormatan. Sudah seyogyanya, sambutan diberikan. Meskipun tidak
melakukan prosesi tarian “Sembah Sigeh Penguten”. Tarian Khas budaya masyarakat
Lampung untuk menyambut tamu-tamu penting.
Bukan
kerena Aka datang untuk pertama kalinya lho. Melainkan Erfan belum mengajari
tarian itu. Jika boleh berkhayal, maka akan aku katakan, “seandainya membimbing Way Kanan dengan cukup serius, maka tarian
gemulai kader muda akan sanggup berlomba, meskipun baru sejajar dalam satu
panggung”. Aku jadi tersenyum sendiri, melihat ekspresi kader muda ini.
Entah ekspresi lapar atau ekspresi menjawab pesan dalam akun media sosialnya. Aku
tak tahu.
Yang
tidak kalah menariknya adalah sahabat yag satu ini. si “endut”. Dia adalah
Toha. Nampaknya jago dalam akting silat. Jurus yang dikeluarkanya pun cukup “sempurna”.
Entah dari mana jurus itu di dapatkan. Jangan-jangan jurus “kunyuk melempar
buah” nya Wiro Sableng yang dipelajari. Gerakanya pun cukup atraktif. Mampu membuat
Reza tertawa ngakak. Luar biasa.
Ku
lihat, Aka sibuk. Memijat kaki yang masih utuh. Inilah untuk pertama kalinya
juga, Aka merasakan bagaimana jatuh di Way Kanan. Namun, penyebab jatuhnya,
bukan karena angin yang terbuang. Meninggalkan jejak yang tak nampak.
Sang
surya tetap bersinar. Meskipun di ujung Lampung, denyut nadi persyarikatan
bergeliat. Sedikit demi sedikit berbenah. Kondisi inilah yang juga aku
ceritakan kepada mereka. Hal ini cukup penting untuk disampaikan. Ya, aku telah
menyampaikan hal ini. Di rumah. Saat mereka berkunjung dan menerima kopi NA. Sebuah
kenang-kenangan yang bisa di nikmati saat waktu senggang.
Terimakasih
Adik-adik. Jangan kapok ke Bumi Ramik
Ragom ya. Biarlah curup dan goa itu jadi kenangan tersendiri. Sebuah sejarah
sudah terukir. Terpahat dalam ingatan yang tak terlupakan. Hanya kata “jatuh”
dan “silat” yang boleh di lupakan.
Blambangan
Umpu, 9 September 2020.
Label: Muhammadiyah Corner
3 Comments:
-
- Mukhlisin said...
10 September 2020 pukul 06.35Alhamdulillah sampai juga ke way kanan adik adik kita .. meskipun belum sampai ke negara batin..semoga menambah semangat bau ..aamiiin- Mukhlisin said...
10 September 2020 pukul 06.36Semangat baru ..refres..- Ciwul/RuangSuci said...
10 September 2020 pukul 07.13Excelent....