Senin, 14 September 2020
Oleh:
Munawar
Sponsored
By PCPM Rebang Tangkas
Rebang
Tangkas. Salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Way Kanan. Bagiku,
kecamatan ini sangat “menantang” untuk di datangi. Setahun lebih rasa rindu ini
ingin mencium aroma wewangian pagi. Ibarat seorang yang merindukan sang
kekasih. Aku rela menjumpai, saat mentari hampir terbenam. Ya, sore ini aku
berangkat. Terasa special, aku dijemput “paksa” oleh kader IMM ini.
Sebenarnya,
aku ingin mengendarai kendaraan roda dua. Karena dengan itu, kenikmatan dalam
perjalanan akan semakin bermakna. Terlebih lagi deretan pepohonan masih
bersejajar rapi. Pun dengan jalan yang belum terbiasa aku lalui. Tekadku
sudah bulat. Ingin segera sampai di Lebak Peniangan. Menghirup udara dengan
sepuasnya.
Sebuah
alasan yang rasional, meruntuhkan semangatku. “Men aku wae sing jemput.” Biarkan saya saja yang menjemput. Bagiku,
permintaan mas Tri Sudarto sulit aku untuk menolaknya. Betapa tidak, dengan
semangat membara rela menjemputku. Jarak Rebang Tangkas – Blambangan Umpu
terbilang tidaklah dekat. Aku menyerah. Jemputan itu pun akhirnya tiba.
Aku
memposisikan sebagai seorang navigator. Cukup banyak pengalamanku soal posisi
ini. Hal terpenting dalam posisi ini adalah selalu terjaga. Tidak boleh tidur
walau sekejap. Inilah konsekwensi dari seorang navigator. Peran yang aku ambil
dalam rute Sekemay. Jalur yang sebentar lagi akan aku lalui.
“Kalau
misalnya di ujung jembatan itu ada yang ingin menumpang gimana?” tanyaku disela
sela mendengarkan musik.
“Weh,
kok aneh-aneh sampean ini”. Jawab Tri
dengan serius.
“Kok,
aneh. Meskipun ini bulan Suro, namun
memberikan tumpangan adalah kebaikan”. Aku memberikan alasan.
“Iyo sih Mas, tapi ya lihat-lihat dulu
siapa yang menumpang. Kalau dedemit
berwajah cantik gimana”. Kata Tri sambil menggeser tempat duduknya.
“Ndak
apa-apa lah”, jawabku.”Awas Kucing”. Tiba-tiba aku melanjutkan.
Obrolan
ringan terhenti. Instingku untuk membimbing hadir. Seoalah bos besar, aku
memberikan komando. “belok kiri’, “awas lubang”, “hati-hati”. Tiga kata yang
sering hadir. Hmm...ligat juga “supir” baruku ini. Aku tersenyum sambil
meliriknya. Dengan spontan tangan kirinya menekan tombol untuk memperbesar
volume musik.
Mula-mula
aku abaikan saja musik itu. Meskipun menggoda tuk berjoget, aku tetap bertahan.
Namun, aku mulai beraksi, tatkala lagu “Bojomu
Semangatku” mengalun. Perlahan tapi pasti, aku menyimaknya. “Setiap ono masalah aku eleng bojomu. Setiap
uripku susah aku kangen bojomu” .Bla, blaa blaa. Spontan, aku tak bisa
menahan ketawa.He.he.he.
Sebuah
lagu. Ya hanya sebuah lagu. Asyik memang untuk menghibur diri. Menyelingi
aktifitas dengan lagu. Menikmati lagu, bagiku juga asyik. Namun, menikmati lagu
sehingga benar-benar menghayati, terlalu beresiko. Bagiku lagu adalah lagu. Boleh
di dengarkan juga boleh tidak.
Malam
ini aku tidur di Rebang Tangkas. Bertemu dengan kawan-kawan hebat. Muda dan
enerjik. Semangat menjalankan roda persyarikatan Muhammadiyah. Membantu dan
berjuang untuk masyarakat. “Insya Allah, besok Tim Medis Klinik Ramik Ragom akan
mengkhitan lima anak melalui Lazismu Way Kanan.” Ucapku dalam obrolan malam
ini.
Sesungguhnya,
aku merasa heran. Malam yang biasanya dingin, ternyata tidak. Padahal, aku
telah mempersiapkan jaket KOKAM untuk melindungi tubuh. Kawan-kawan juga merasakan
hal yang sama. Bagiku, udara malam Rebang Tangkas mampu mengobati kerinduanku.
Saat
pagi menjumpaiku, aku telah terbangun. Beranjak keluar untuk menikmati aroma
khas bunga-bunga yang tersusun rapi. Indah tak bisa terlukiskan. Inilah salah
satu anugerah terindah yang Allah SWT berikan kepadaku. Hmm, sungguh beruntung
jika kita mampu selalu bersyukur dalam kehidupan kita.
Matahari
sudah beranjak, saat Tim medis dan Ketua PDM mengabarkan. “ Mas Kami sudah
jalan”, demikian pesan WA yang aku terima. Tentu ini bertanda bahwa kegiatan
berbagi untuk sesama akan dimulai. “Hati-hati di jalan, nikmati setiap detik
dalam perjalanan dengan senang”. Aku membalas WA tersebut.
Aku
mengamati, wajah anak-anak yang akan di khitan gratis ini satu persatu. Mereka
adalah generasi penerus. Melalui mereka kehidupan akan terus berlangsung. Sebuah
harapan terucap,”semoga kebaikan ini membahagiakan”. Ya, semoga membahagiakan. Karena
pada hakekatnya, kebahagiaan itu adalah milik bersama.
Wajah-wajah
sedikit cemas terlihat diwajah kelima anak yang hendak di khitan. Bebarapa orang
tua, nampak sibuk meyakinkan anaknya. Aku sudah terbiasa dengan kondisi ini. Aku
pun maklum, bagi anak-anak, inilah pengalaman pertama dalam hidup mereka. Dan semoga
menjadi pengalaman pertama dan terakhir.
“Mas
Deki, jadi ga yang muallaf?” tanyaku
ketika rombongan tiba.
“Kalau
jadi, jangan bidan yang mengkhitan ya, serahkan ke Mas Aji atau Mas Danang,
bisa bahaya”, aku menjawab sambil tertawa.
Mereka
pun tertawa sambil asyik mengambil moment dalam ponsel mereka.
Aku
kembali menyeruput kopi yang terhidang. Mengamati obrolan seru ketua PDM dan
masyarakat. Wajah sumingrah hadir bersama harapan-harapan baru. Dengan gaya
khasnya, pak ketua PDM mampu menyerap harapan itu untuk mengibarkan dakwah
Muhammadiyah. Dakwah amar ma’ruf nahi
mungkar. Membawa spirit Al-Maun
untuk berbagi ke sesama.
Alhamdulillah. Khitanan sudah usai. Ternyata muallaf yang disampaikan tadi, belum
terkonfirmasi. Jikalau jadi, aku bisa membayangkan betapa repotnya kawan-kawan
Pemuda Muhammadiyah Rebang Tangkas. Sudah pasti, Bidan Rina dan De’ Dea harus “menyingkir”.
Pintu harus tertutup. Tidak boleh ada yang melihat. Beruntung, muallaf yang sudah dewasa ini tidak
hadir. He.he.
Aku
sedikit kaget, saat Jeng Rina hendak pamit pulang. Ada pasien yang akan
melahirkan. Sudah bukaan lima. He.he.
Sudah ada yang menjemput dengan roda dua. “Pakai motor?”, aku bertanya seolah
tidak percaya. “Ya Mas”, jawabnya. Aku seakan tak percaya. Namun ini sungguh
terjadi.
Aku
tak percaya, dengan jalan yang tidak seluruhnya bagus, Jeng Rina tempuh. Menggunakan
roda dua. Betapa hebatnya, mau menempuh perjalanan itu. Melalui jalan yang
cukup “menantang”. Namun, semuanya di hadapi, untuk membantu seorang pasien. Luar
biasa. Aku membatin.
Meskipun
si “pemilik” jilbab biru dan kuning tidak hadir, yang beruntung adalah De’ Dea
dan “pangeran” Ashraff. Jalan-jalan ke Curup Pinang Indah, selepas acara usai. Bagiku
ini adalah hadiah terindah. Bisa jalan-jalan bersama Pimpinan Pemuda
Muhammadiyah Way Kanan. Sungguh beruntung hari ini.
Curup
Pinang Indah. Anugerah terindah yang diberikan Allah SWT. Alam yang begitu
menggoda untuk ber-swafoto. Menikmati air terjun dari bawah. Dibawah kibaran
Merah Putih, aku menyempatkan berfoto. Terimakasih ya Allah, Engkau ciptakan
pesona ini untuk seluruh makhluk-Mu.
Inilah
pertama kali aku datang ke curup ini. Padahal, selepas “mengembara” tahun 2005
aku sudah di Way Kanan. Mengenal Rebang Tangkas. Namun, perjumpaan dengan curup
yang luar biasa ini baru terjadi hari ini. Beruntung Tim Lazismu Way Kanan bisa
berkunjung.
Jeng
Rina, Bidan Viky dan Bidan Eka, jangan nagih ya. Janji sudah tertunaikan. He. He.
Memang, terkadang rencana yang dibuat, “takdir” berkata lain. Dan ternyata, De’
Dea dan si kecil Ashraff yang beruntung. Termasuk aku juga.
Terimakasih
LAZISMU Way Kanan dan Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Rebang
Tangkas. Biarkan cerita, dua bujang yang mandi dan “si Tayo” yang kehausan menjadi
bagian dari perjalanan Musyawarah Cabang Pemuda Muhammadiyah Rebang Tangkas.He.he.
Rebang Tangkas, 12 September 2020
Label: Muhammadiyah Corner
2 Comments:
-
- sugi purwanto said...
15 September 2020 pukul 00.39Barokallahu fikum....- Unknown said...
20 September 2020 pukul 17.49Alhamdulilah