Selasa, 09 Mei 2017
Bagi Muhammadiyah Pancasila dan NKRI sudah final, bahkan
Muhammadiyah menyebutnya sebagai Darul Ahdi wa Syahadah, yakni
Pancasila adalah kesepakatan kita bersama sebagai bangsa dan negara
menuju Cita-cita Indonesia yang sejahtera.
Jadi,
bila ada Ormas atau kelompok yang mengacam mengganti Pancasila melalui
gerakan yang sistematik dan massif maka Silahkan proses secara hukum,
buktikan secara faktual. Begitu juga dengan HTI, Pemerintah harus
mengedepankan proses hukum tidak melakukan tindakan represif diluar
hukum, jadi narasi yang dipilih Pemerintah yang paling tepat adalah
mengajukan pembubaran HTI ke Pengadilan, Silahkan Pemerintah membuktikan
apakah HTI betul merongrong Pancasila dan Silahkan juga HTI membela
diri. Jadi, Pemuda Muhammadiyah tetap berpijak melalui cara-cara
Konstitusional.
Jangan
sampai, cara-cara non demokratis dipilih sehingga merusak tatanan
kebebasan bersyarikat yang sudah diatur dalam Undang-undang Dasar kita.
Kami
juga mengimbau semua pihak menyerahkan pada proses peradilan nanti,
tidak kemudian melakukan tindak-tindakan anarkis, misal mengancam HTI
dengan cara-cara Premanisme, selama proses hukum masih berlangsung,
sebagai rakyat Indonesia semua anggota HTI bebas bersyarikat dan harus
dilindungi oleh Pemerintah, kecuali mereka terang melanggar hukum.
Kami
tidak menghendaki Negara atau anggota kelompok lain menjadi Hakim
terhadap pemikiran, yang sejatinya dilindungi di era Demokrasi. Bahkan,
Islam terbiasa dengan pluralitàs produk pikir. Secara Institusional
keinginan Pemerintah membubarkan HTI bisa menutup HTI secara
Institusional, namun secara hukum Mudah bagi Mereka berganti baju, maka
jalan dialogis memberikan pemahaman tentang pemikiran Kebangsaan agaknya
perlu dilakukan, pemikiran hanya bisa dikalahkan oleh produk pemikiran
lainnya, pun demikian wacana kekhalifahan HTI, lebih efektif ditangkal
dengan wacana khazanah pemikiran Islam lain yang compatible dengan
keIndonesiaan
Salam
Dahnil Anzar Simanjuntak
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
Label: Info Terkini